Jumat, 10 Juni 2011

Peredaran dana otonomi khusus di Papua


Penyelengaraan otonomi khusus bagi Propinsi papua, dapat disaksikan bahwa  tidak memberikan  perubahan yang signifikan  dalam kehidupan masyrakat. Penyelenggaraan otonomi kini telah memasuki tahun ke sepuluh, namun tidak ada perubahan pembanguan  yang mencolok di Provinsi  paling timur Indonesia ini. Perlu mempertanyakan dimanakah letak permasalahan?.  Semestinya keberadaan otonomi khusus ini memberikan kesempatan yang sangat luas bagi  para pemimpin lokal untuk membangun daerahnya.  Mereka (pemimipin lokal) mengetahui secara jelas keadaan masyrakat dan kondisi lingkungan geogerafisnya. Salah satu alasan klasik yang selalu menjadi alsan bagi mereka adalah kondisi geogerafis  yang sangat sulit untuk menjangkau dari satu daerah dengan daerah lain atau dari Ibu  kota  provinsi ke wilayah pedalaman yang menjadi basis  penyelenggaraan kegitaan pemerintahan. Kondisi seperti ini bukan menjadikan suatu hambatan namun  seharusnya diterjemahkan sebagai tantangan dan  daya motivasinya dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.  Menurut pemahaman penulis bahwa apabila sikap dan karakter pemimpin seperti ini tidak berubah, mereka tidak membawa  perubahan di segala dimensi pembangunan secara penuh. Otonomi hanya  meninggalkan kenangan pahit  bagi masyrakat papua secara keseluruhan.
Masa Otonomi khusus( tersisa 10tahun) yang masih tersisah ini para pemimpin local (pejabatan pemerintah) perlu melakukan  terobosan-terobasan, baik dalam penyelenggaran birokrasi, penggunaan dana otsusu  dan sampai pada perubahaan  konsep konsep kepimpinannya. Dan  secara cermat membuat kebijakan yang memihak kepada masyrakat secara berkelanjutan sehingga seluruh program otsusus   dapat terealisasi dengan baik dan  menciptakan kesejahteraan masyrakat.
Aliran dana otsus
Aliran dana otsusu yang mengalir  di kedua provinsi baik provinsi papua maupun papua Barat berbunyi milyaran bahakan triliunan tiap tahun anggaran. Dalam hal ini  perlu dipertanyakan apakah dana-dana tersebut benar-benar  ada? Atau hanya  sebagai wacana saja?. Seperti yang  dapat  kita saksikan bersama  saat ini (tahun 2011) bahwa aliran dana otonomi khusus yang beredar di dua wilayah provinsi yang diberikan ototonomi khusus  secara berurutan tahun 2011 3,1 Trilyun (Papua),1,3 trilyun (Papua Barat),sementara itu  satu tahun sebelumnya (2010) masing-masing   dana yang  dianggarkan untuk kedua wilayah tersebut yakni 2, 7 trilyun (Papu) dan  1,1 trilyun untuk Papua Barat

Secara jelas tergambar bahwa aliran  dana Otsus   dua tahun terakhir ini. Lalau muncul sebuah wacana bahwa apakah   sejumlah besar aliran-aliaran dana tersebut sudah dialirakan sampai  kepada wilayah-wilayah bersangkutan?.  Untuk memastikan penggunaan dana otonomi khusus  perlu pengawsasan  khusus dari pemerintah Pusat atau lembaga-lembaga indivenden seperti komisi pemberantansn Korupsi( KPk).  Telah memasuki tahun ke sepuluh atas penyelenggaraan otsus di Papua namun tidak perubahan signifikan dalam segala aspek pembanguan. Berkaitan dengan hal ini, seluruh pejabat perlu diimintai keterangan tentang  keefektipan penggunaan Dana Otsus ini. Menurut pemahaman saya bhawa apa bila tidak ada pengawasan  dari pihak pemerintah pusat atau pihak-pihak terkait lainya. Para pemimpin local bertindak atas kehendaknya sehingga yang mengkhwatirkan adalah   dana otsusu tersebut dipergunakan untuk kepentingan lain.
Di samping peredaraan aliran dana otsus  yang begitu besar yang dinilai  kurang  memberikan implikasi  lebih terhadap sendi-sendi kehidupan masyrakat. salah satu program yang boleh dikatakan berhasil  adalah Pemekaran wilayah dimana-mana, sehingga menghadirkan  sejumlah wilayah administatif baru  tanpa memperhatikan sumberdaya yang ada. Setiap  kelompok masyrakat yang  menginginkan wilayahnya mekarkan,  pemerintah provinsi maupun  pemerintah pusat dapat menyetujuinya tanpa mempertimbangkan aspek yang mendasarinya.  Kondisi ini membuat para birokrat local berlomba untuk memikirkan bagaimana  wilayahnya memunyai dapur sendiri ( wilayah administrative sendiri)  bukan sebaliknya berlomba untuk meningkatkan taraf hidup masyrakatnya.

Dalam kondisi turbulensi, kepentingan pribadi dengan politiknya secara tidak langsung menciptakan  primordialisme kehidupan plotik masyrakat yang keliru.  Pemekaran wilayah  memberikan  kesempatan   yang luas bagi masrkat untuk membuat gap-gap dan saling mengklaim atara satu suku dengan suku lain.  Dalam situasi ini seorang Birokrat harus menyadari  apa yang  menjadi kebutuhan  klayak dan kepentingan  pribadinya. Mereka (para pejabat pemerintah) perlu mempertimbangkan  lebih jauh mengenai kebijkan-kebijkan yang  dibuatnya(kebijkan mengenai pemekaran wilayah) seprti sumber daya yang dimilikinya. Masyrakat belum  memahmai pendidik politik secara dewasa, sehingga kadang-kadang menciptakan  perpecahan diantara sesama susku maupun antar wilayah administrative yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

siapa saja yang mengunjungi blog ini silakan menambahkan komentar demi pengembangan blog ini.