Penyelengaraan otonomi khusus bagi Propinsi papua, dapat disaksikan bahwa tidak memberikan perubahan yang signifikan dalam kehidupan masyrakat. Penyelenggaraan otonomi kini telah memasuki tahun ke sepuluh, namun tidak ada perubahan pembanguan yang mencolok di Provinsi paling timur Indonesia ini. Perlu mempertanyakan dimanakah letak permasalahan?. Semestinya keberadaan otonomi khusus ini memberikan kesempatan yang sangat luas bagi para pemimpin lokal untuk membangun daerahnya. Mereka (pemimipin lokal) mengetahui secara jelas keadaan masyrakat dan kondisi lingkungan geogerafisnya. Salah satu alasan klasik yang selalu menjadi alsan bagi mereka adalah kondisi geogerafis yang sangat sulit untuk menjangkau dari satu daerah dengan daerah lain atau dari Ibu kota provinsi ke wilayah pedalaman yang menjadi basis penyelenggaraan kegitaan pemerintahan. Kondisi seperti ini bukan menjadikan suatu hambatan namun seharusnya diterjemahkan sebagai tantangan dan daya motivasinya dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Menurut pemahaman penulis bahwa apabila sikap dan karakter pemimpin seperti ini tidak berubah, mereka tidak membawa perubahan di segala dimensi pembangunan secara penuh. Otonomi hanya meninggalkan kenangan pahit bagi masyrakat papua secara keseluruhan.
Masa Otonomi khusus( tersisa 10tahun) yang masih tersisah ini para pemimpin local (pejabatan pemerintah) perlu melakukan terobosan-terobasan, baik dalam penyelenggaran birokrasi, penggunaan dana otsusu dan sampai pada perubahaan konsep konsep kepimpinannya. Dan secara cermat membuat kebijakan yang memihak kepada masyrakat secara berkelanjutan sehingga seluruh program otsusus dapat terealisasi dengan baik dan menciptakan kesejahteraan masyrakat.
Aliran dana otsus
Aliran dana otsusu yang mengalir di kedua provinsi baik provinsi papua maupun papua Barat berbunyi milyaran bahakan triliunan tiap tahun anggaran. Dalam hal ini perlu dipertanyakan apakah dana-dana tersebut benar-benar ada? Atau hanya sebagai wacana saja?. Seperti yang dapat kita saksikan bersama saat ini (tahun 2011) bahwa aliran dana otonomi khusus yang beredar di dua wilayah provinsi yang diberikan ototonomi khusus secara berurutan tahun 2011 3,1 Trilyun (Papua),1,3 trilyun (Papua Barat),sementara itu satu tahun sebelumnya (2010) masing-masing dana yang dianggarkan untuk kedua wilayah tersebut yakni 2, 7 trilyun (Papu) dan 1,1 trilyun untuk Papua Barat
Secara jelas tergambar bahwa aliran dana Otsus dua tahun terakhir ini. Lalau muncul sebuah wacana bahwa apakah sejumlah besar aliran-aliaran dana tersebut sudah dialirakan sampai kepada wilayah-wilayah bersangkutan?. Untuk memastikan penggunaan dana otonomi khusus perlu pengawsasan khusus dari pemerintah Pusat atau lembaga-lembaga indivenden seperti komisi pemberantansn Korupsi( KPk). Telah memasuki tahun ke sepuluh atas penyelenggaraan otsus di Papua namun tidak perubahan signifikan dalam segala aspek pembanguan. Berkaitan dengan hal ini, seluruh pejabat perlu diimintai keterangan tentang keefektipan penggunaan Dana Otsus ini. Menurut pemahaman saya bhawa apa bila tidak ada pengawasan dari pihak pemerintah pusat atau pihak-pihak terkait lainya. Para pemimpin local bertindak atas kehendaknya sehingga yang mengkhwatirkan adalah dana otsusu tersebut dipergunakan untuk kepentingan lain.
Di samping peredaraan aliran dana otsus yang begitu besar yang dinilai kurang memberikan implikasi lebih terhadap sendi-sendi kehidupan masyrakat. salah satu program yang boleh dikatakan berhasil adalah Pemekaran wilayah dimana-mana, sehingga menghadirkan sejumlah wilayah administatif baru tanpa memperhatikan sumberdaya yang ada. Setiap kelompok masyrakat yang menginginkan wilayahnya mekarkan, pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat dapat menyetujuinya tanpa mempertimbangkan aspek yang mendasarinya. Kondisi ini membuat para birokrat local berlomba untuk memikirkan bagaimana wilayahnya memunyai dapur sendiri ( wilayah administrative sendiri) bukan sebaliknya berlomba untuk meningkatkan taraf hidup masyrakatnya.
Dalam kondisi turbulensi, kepentingan pribadi dengan politiknya secara tidak langsung menciptakan primordialisme kehidupan plotik masyrakat yang keliru. Pemekaran wilayah memberikan kesempatan yang luas bagi masrkat untuk membuat gap-gap dan saling mengklaim atara satu suku dengan suku lain. Dalam situasi ini seorang Birokrat harus menyadari apa yang menjadi kebutuhan klayak dan kepentingan pribadinya. Mereka (para pejabat pemerintah) perlu mempertimbangkan lebih jauh mengenai kebijkan-kebijkan yang dibuatnya(kebijkan mengenai pemekaran wilayah) seprti sumber daya yang dimilikinya. Masyrakat belum memahmai pendidik politik secara dewasa, sehingga kadang-kadang menciptakan perpecahan diantara sesama susku maupun antar wilayah administrative yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
siapa saja yang mengunjungi blog ini silakan menambahkan komentar demi pengembangan blog ini.