Minggu, 03 Juli 2011

Perkembangan Keperibadian serta Kemandirian dalam Proses pembelajaran Pendidikan bagi seorang anak Pedalaman Papua





K
eluarga merupakan kesatuan sosial yang paling kecil dalam masyarakat. Dikatakan keuarga apabila  terdiri dari ayah, ibu dan anak- anak. Di dalam keluarga inilah proses permbelajaran awal seorang  anak dilakukan. Yaitu mulai dari bayi hingga status anak.  Seorang  anak harus berada dibawah bimbingan orang tua. Selama proses pendewasaan bagi putra dan putri.   Bimbingan kedua orang tua sangat berarti bagi anak. Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam keluarga merupakan pendidikan informal.Bagi seluruh anggota keluarga untuk menentukan  kepribadian seorang anak  selain sifat alamiah atau pewarisan dari orang tua. Yang paling dominan adalah  karakter yang dibangun oleh kedua  orang tua pada saat  proses pendampingan berlangsung  selama anak itu masih berada di bawah bimbingan mereka. Apabila dalam kelurga menanamkan banyak nilai positif secra baik maka  kemungkinan  besar   seorang  anak tersebut   menunjukkan  keperibadian baik  dalam kehidupan sosial lainnya yang lebih luas.
Pendidikan informal  bagi anak pedalaman Papua  sangat penting dalam  perkembangan untuk menuju  langkah selanjutnya  demi memperoleh proses pendidikan yang lebih tinggi untuk memewujudkan impianya. Pendidikan informal yang diterapkan dalam keluarga di pedalaman Papua  sesuai dengan situasi dan kondisi fisik alam. Ketika seorang anak menginjak umur 10 tahun anak diajarkan  pola hidup mandiri. Sehingga anak tersebut  dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang  ada. Anak dari pedalaman papua  ingin melanjutkan  pendidikan formal ke tempat lain. Mereka hendak keluar bermodalkan  percaya diri yang tinggi  dan kemandirian  serta  semangat yang tinggi untuk memeroleh pendidikan dalam memwujudkan  impian yang mereka idamkan. Bermodalkan ketiga hal tersebut mereka mampu menempu pendidikan  walaupun mengalami banyak tantangan dalam belajar. Khusus misalnya dalam proses belajar di tempat baru (kota) setiap siswa mengalami tiga keadaan pisikologis  yaitu tempat baru, situasi serta bahasa. Setiap siswa mengalamikesulitan  pertama adalah mengenai bahasa .dan kaitanya dengan pergaulan dengan teman dari  daerah lain. Tetapi  dalam pelaksanaanya mereka mampu  melalui semua rintangan itu dengan sebuah sifat kepercayaan diri yang tinggi. ketika murid masuk dalam proses belajar mengajar  awal –awal nya mereka mengalami kesulitan dalam penyerapan materi  yang di sampaikan di kelas oleh pendidik. Tetapi   dari waktu- kewaktu  mereka semakin berkembang , dan kadang melampauhi teman- teman dari kota.  Keberadaan dan perjuangan mereka sungguh di akui dan dampingi secara khusus karena mereka memiliki latarbelakang yang beraneka ragam yang berbeda- beda .Melihat keadaan baru dan situasi seperti itu sebenarnya bagi tenaga pendidik merupakan sebuah tantangan yang harus hadapi. Kaitanya dengan itu, Sebuah lembaga pendidikan yang menjadi  tolok ukur untuk mendampingi  anak pedalaman papua adalah SMA kolese l ecocq d, Armanville Nabire . setiap situasi yang terjadi di sekolah itu adalah  benar –benar sampai mengena  pada objek  ( peserta didik). Sehinga peserta didik walaupuan mengalami banyak kendala tetapi  mereka mampu menyasuaikan diri dengan system yang berada di dalam lembaga pendidikan tersebut. Kenyataannya bahwa saat ini ada beberapa aliumni yang sedang studi  di jawa mengakui bahwa  proses pembelajaran yang mereka peroleh di lembaga pendidikan tersebut sangat membantu mereka dalam belajar   bersama teman- teman lain dari daerah lain. saya tidak bisa katakan seratus persen  anak pedalaman papua mampu berdaptasi dengan  system lembag pendidikan tersebut. Karena ada pemikiran bahwa  yang penting belajar dan memeperoleh nilai baik di saat ujian alias lulus atau tamat. Dasar pemikiran seperti ini  membuat  sebagian siswa yang  awalnya memperoleh  pendidkan di lembaga tersebut  tetapi kemudian pindah ke lembaga lain  karena mereka inggin memperoleh  nilai baik . kemungkinan hal tersebut terjadi bukan karena tuntutan belajar yang ditawarakn oleh lembaga tersut sangat rumit bagi mereka.Tetapi saya berani katakan bahwa situasi yang dialami oleh siswa tersbut diatas bukan    mereka kurang mampu tetapi karena pada saat mereka masi berada di smp baik itu  dipedalaman maupun dikota penanaman system pembelajaran yang keliru. Misalnya  pemberian nilai baik pada  siswa yang bersangkutan meskipun tingkat kemampunya rendah atau  presensi dikelas kurang( terlalu banyak alpa). System pembelajaran seperti itu terus berlangsung dari periode ke periode . sehinnga penanaman nilai- nilai tersebut bagi  anak didiknya sudah menjadi suatu kebiassaan . maka yang menjadi korban adalah siswa . ketiga mereka masuk di  sebuah SMA/SMK yang mereka idamkan . mereka di hadapkan dengan system yang berbeda.  maka dengan sendirinya menyatakan mengundurkan diri atau pindah sekolah. Ketika kita melihat situasi seperti ini kita jangan mencap mereka kurang mamapu.

Dalam  memeroleh pendidikan  mereka hidup penuh dengan tantangan dan  perjuangan  misalnya, dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka mampu untuk mencari jalan keluar sehingga memperoleh yang mereka harapkan. Dalam hal ini mereka tidak mengeluh  dan putus asah karena mereka sudah dibekali oleh orang tua mereka ketika mereka masih berada di dalam bimbingan orang tua   mereka. Dalam hal ini pernah dialami dan dirasakan oleh seorang  guru voluntire  SMA YPPK Adiluhur   Albert L Lantang. ’’orang pedalaman survive dari kecil.mereka hidup dan besar lepas  dari campur tangan orang tua . mereka mau buat apa dibiarkan orang tua  dan kalau ada resiko dari perilakunya itu  harus di tanggung sendiri. Mandirinya sangat cepat dan indivenden. ’’( EDUCARE, NO.07/ III / Oktober 2006 hal.12).
Pengakuan oleh seorang guru tersebut  tidak terlepas  dari hidup keseharian  ia bersama mereka dalam mendampingi dan membantu mereka dalam proses belajar mengajar di sekolah maupun diluar jam sekolah . voluntir tersebut  merupakan voluntir yang benar –benar bersedia membatu bagi peserta didik terutama dalam mata pelajaran yang ia ajarkan. Dia dengan beberapa voluntir lain bersedia membatu  segala rintangan yang di hadapi oleh anak didik mereka dalam proses belajar mengajar. Sehingga persoalan  yang dialami oleh peserta didik  sangat jelas di hadapan mereka.
Dalam pengaturan jadual mereka tidak bisa  belajar lebih dari tiga jam . mereka  mengulangi apa yang di terima di sekolah kurang lebih satu setengah jam  itu mereka merasa bahwa  sangat efectif bagi mereka karena apabila lebih dari itu mereka merasa bosan, jenuh,  dan mengantuk .dalam proses pendidkan mereka ingin tahu ynag lebih tinnggi  sihingga apapun yang mereka hadapi. Mereka merasa  hal  tersebut asing bagi mereka . Sehingga  mereka benar –benar ingin mempelajarinya dengan sebuah motivasi yang tinggi di barengi dengan kebulatan hati yang besar  sehinngga mendapatkan hasil  dengan baik.  Tetapi kadang sebagian dari mereka tidak peduli dengan apa yang sedang  mereka hadapi. Mereka mengalami demikian mungkin karena  kurang memiliki informasi.
Perkembangan ke peribadian serta kemampuan  akademis  setiap anak scara baik apabila pendidikan nonformal maupun formal sangat  seimbang  dalam  memerikan  nilai-nilai positif serta penerpan sistem yang berlaku didalam lembaga-lembag tersebut. yang terpenting  adalah   keberadaan lembaga pendidikan fomal. Karena lembaga tersebut  merupakan  lembaga yang benar- benar mempersiapkan peserta didiknya  dari segala aspek sehingga   menjadi manusia yang dewasa dalam bertindak  hal apapun serta mampu membawa diri dalam  kehidupan sosialnya yang lebih luas dan  mampu menerjemahkan kondisi real yang terjadi di masyrakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

siapa saja yang mengunjungi blog ini silakan menambahkan komentar demi pengembangan blog ini.